Voice Of Merta Mupu

Voice Of Merta Mupu : Cerita Tak Tertata

Motivasi Menulis

Channel Youtube

Tak Usah Merayakan Siwaratri

Dari tahun ke tahun, selalu ada uneg-uneg nakal yang ingin saya sampaikan. Pada awalnya mempertanyakan apa benar hari suci Siwaratri sebagai penebusan dosa? setelah memebaca beberapa literatur Veda, ternyata benar demikian.

Ulasan pertama yang pernah ditulis terkait Siwaratri berjudul, “Siwaratri, Dosa yang bagaimana kita tebus?’ setelah direnungkan, dosa yang kita tebus saat Siwaratri adalah dosa yang tak sengaja kita perbuat, dosa yang terjadi akibat kealpaan kita. Namun jika merujuk kitab suci, dosa besar pun dapat ditebus, dengan syarat setelah penebusan dosa dilakukan maka dosa yang serupa tak boleh dilakukan atau diulangi. Akan tetapi nasehat kitab suci; lebih baik menghindari dosa daripada menebus dosa. Perumpamaannya;
lebih baik menghindari kotoran daripada mebiarkan baju kotor meski setelah kotor dicuci kemudian.

Kritik tahun berikutnya dengan tema ‘Siwaratri, menebus dosa ataukah menambah dosa?’ kritik ini melihat fakta di lapangan, terutama pada kalangan anak muda. Terjadi kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Harapannya generasi muda instropeksi diri dan memperbaiki kekeliruan atau sadar akan dosa-dosa yang telah diperbuat, baik sengaja maupun tak sengaja. Namun faktanya, justru hari suci Siwaratri dijadikan ajang berbuat dosa.

Dari hasil investigasi, banyak anak muda justru pacaran ketika hari suci Siwaratri. Sembahyang bersama pacar, maupun pacaran ketika Siwaratri, tindakan ini justru menambah dosa. Akibat pacaran pada hari suci, tidak hanya menghilangkan pahala sembahyang, tetapi juga menghilangkan pahala kebaikan yang telah diperbuat berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

Kritik pada tahun berikutnya pun semakin pedas; ‘Sebaiknya Siwaratri Dilarang’. Merujuk pada kritik sebelumnya, Saya membangun opini bahwa Siwaratri sebaiknya dilarang dirayakan oleh anak-anak remaja.

Pemikiran tersebut berdasarkan pada uraian kitab suci bahwa tempat suci terbaik bagi seorang anak adalah rumah, artinya bahwa seorang anak tidak perlu sembahyang kesana kemari, apalagi sampai menentang orang tua hanya untuk sembahyang, karena bagi seorang anak, orang tualah Tuhan itu. Menurut kitab suci, kewajiaban seorang anak adalah berbhakti kepada orang tua, dengan cara ini maka karunia Tuhan akan datang.

Ritual atau kegiatan keagamaan yang dilakukan seorang anak, pahalanya hampir tidak ada, dengan kata lain pahala kegiatan keagamaan yang dilakukan seorang anak tidak memberikan apa-apa. Hanya bagi mereka yang sudah menikahlah kegiataan keagamaan akan berlimpah. Sedangkan pahala berlimpah dari seorang anak adalah rasa bhaktinya terhadap orang tua.

Sangat lucu jika ada seorang anak bertengkar dengan orang tuanya hanya gara-gara tak diijinkan sembahyang, padahal sembahyang seorang anak kecendrungan bermotif; mau ketemu pacar, jalan-jalan sama pacar, dll.

Jika perayaan Siwaratri masih dirayakan dengan cara-cara seperti di atas, maka tidak usah merayakan Siwaratri. Karena seperti menegakan benang basah, hanya melakukan hal yang sia-sia.

Mari kita rubah cara berpikir kita dalam merayakan Siwaratri, mari kita rayakan Siwaratri dengan selalu mengendalikan diri dari hal-hal yang tidak baik, hal-hal yang merugikan orang lain, terutama merugikan keluarga dan sahabat. Kita berusaha lakukan setiap hari. dan mari kita coba untuk selalu menumbuhkan rasa bhakti terhadap orang tua, dan lihat apa yang terjadi.

Semoga Maheswara memberkati..
Om Swaha..
Labels: diskusi Hindu, Facebook

Thanks for reading Tak Usah Merayakan Siwaratri. Please share...!

1 Komentar untuk "Tak Usah Merayakan Siwaratri"

Hmm, pas nyepi, tetangga malah masak2x dan keluar foto-foto di jalan yang sepi. Bukannya melaksanakan tapa brata, malah melanggarnya, klo gini nyepi juga gak usah juga dirayakan aja. Atau tetangga saya saja yang dikasi pengertian buat melakukan tapa brata pnyepian? Tapi nanti malah dibilang sok ngajarin.

Back To Top